top of page
  • Writer's picturenuraini zakiyah

PENINGGALAN ARTEFAK PADA ZAMAN KERAJAAN SRIWIJAYA

Updated: Nov 5, 2022

Daftar Nama Artefak

  1. Prasasti Kedukan Bukit;

  2. Prasasti Telaga Batu;

  3. Prasasti Talang Tuo;

  4. Prasasti Kota Kapur;

  5. Prasasti Baturaja;

  6. Prasasti Telaga Batu D. 161;

  7. Prasasti Bukit Siguntang;

  8. Prasasti Karang Brahi, Prasasti Pales Pasemah, Prasasti Bungkuk, dan Prasasti Boom Baru.


1. PRASASTI KEDUKAN BUKIT

Tempat dan Waktu Penemuan

Ditemukan oleh warga setempat bernama H. Zahri (alm) bin H. Abdurrahman di di tepi Sungai Kedukan Bukit, ±43 m dari kediamannya di daerah Desa Kedukan, Kelurahan 35 Ilir Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Kemudian dilaporkan kepada seorang kontrolir Belanda bernama M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920.


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dibuat dari bahan batu andesit dengan bentuk bulat tidak beraturan. Panjang 42 cm dan lebar 32 cm. Kondisi prasasti relatif baik namun ada rompal di bagian ujung tiga baris terakhir dan beberapa aksara yang sudah aus (susut).


Aksara dan Bahasa

Prasasti ini terdiri dari 10 baris tulisan yang dipahatkan dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno.


Isi Prasasti

Prasasti Kedukan Bukit merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah Kerajaan Sriwijaya. Isi prasasti menerangkan tentang perjalanan suci yang dipimpin oleh Dapunta Hiyang pada tahun 604 Śaka menggunakan transportasi laut yaitu perahu dengan membawa bala tentara sebanyak dua laksa (dua puluh ribu) dari Minanga Tamwan menuju Mukha Upang untuk mendirikan wanua (desa).


Tempat Penyimpanan

Prasasti aslinya bisa ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nomor inventaris D.146 dan replikanya dapat ditemui di Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.


2. PRASASTI TELAGA BATU

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Telaga Batu ditemukan bersama dengan beberapa prasasti pendek di daerah Telaga Batu, Sabokingking, Kelurahan 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Pada abad ke-7 Masehi (Tahun 1935).


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dibuat dari bahan batu andesit dengan hiasan tujuh kepala ular kobra di sisi atas dan seperti pada yoni di sisi bawah. Kondisi prasasti dalam keadaan yang cukup baik, namun sebagian aksaranya sudah banyak yang aus.


Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno, terdiri dari 28 baris pada sisi depan.


Isi Prasasti

Berisi tentang formula kutukan yang ditujukan kepada birokrasi Kedatuan Sriwijaya yang berbuat jahat dan tidak menaati perintah datu/raja. Serta menyebutkan pula golongan pejabat dan mata pencaharian masyarakat di masa itu seperti putra mahkota, hakim, jaksa, kapten angkatan laut, tukang cuci, dan tukang sapu kedatuan/kerajaan.


Tempat Penyimpanan

Prasasti aslinya dapat ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nomor inventaris D. 155 dan replikanya dapat ditemui di Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.



3. PRASASTI TALANG TUO

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Talang Tuo ditemukan oleh seorang residen dari Palembang yang bernama L.C. Westenenk pada tanggal 17 November 1920 (perkiraan dibuat ada 606 Śaka) di kaki Bukit Siguntang, Desa Talang Tuo, Kecamatan Talang Kelapa, sebelah barat Kota Palembang, Sumatera Selatan.



Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dibuat dari bahan batu andesit dan berbentuk persegi seperti trapesium. Panjangnya 80 cm dan lebar 50 cm. Kondisi prasasti relatif utuh dan tulisannya terbaca jelas, namun 2-3 aksara pada akhir setiap baris sudah aus


Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno. Hanya satu sisi yang dipahatkan aksara sebanyak 14 baris.


Isi Prasasti

Berisi tentang pembangunan Taman Śrīksetra atas perintah Baginda Śrī Jayanaśa (Dapunta Hyang) yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi semua makhluk dan menyebutkan pula nama aneka ragam jenis tumbuhan yang ditanam.


Tempat Penyimpanan

Prasasti aslinya dapat ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nomor inventaris D. 145 dan replikanya dapat ditemui di Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.



4. PRASASTI KOTA KAPUR

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Kota Kapur ditemukan oleh seorang administrator Belanda yang bernama J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892 (perkiraan dibuat pada 608 Śaka) di sebelah utara Sungai Menduk, Desa Kota Kapur, Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung bersamaan dengan ditemukannya puing-puing bangunan Candi dan arca-arca Wisnu.


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dipahat pada batu andesit dengan bentuk obelisk (tugu batu) dengan tinggi 177 cm, lebar alas (bawah) 32 cm, dan lebar puncak (atas) 19 cm.


Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir atau Aksara Weńgi dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno. Seluruh sisi prasasti dipahatkan aksara sebanyak 10 baris dengan pembacaan yang diawali dari atas ke bawah bila dalam posisi tegak berdiri atau dari kiri ke kanan jika dalam posisi tidur. Ukuran aksara sekitar 1,5-2,5 dan memiliki jarak antar baris 1-1,5 cm.

Isi Prasasti

Berisi tentang ancaman kutukan dan menyebut tentang keberangkatan pasukan bala tentara dalam ekspdisi menaklukan bhūmi jāwa.


Tempat Penyimpanan

Museum Nasional, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nomor inventaris D. 90.
























5. PRASASTI BATURAJA

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Baturaja berasal dari koleksi temuan warga setempat yang bernama Bapak Amiril Mukmin di Jl. Gotong Royong Lorong Teratai IX, Desar Air Paoh, Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada abad ke-7 Masehi.


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dipahat pada batu pasir dengan tinggi 24 cm, lebar atas 26 cm, lebar bawah 20 cm, diameter atas 19 cm, dan diameter bawah ada dua yaitu 14 cm dan 9,5 cm. Bentuknya berupa patahan.


Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno pada keenam baris.






Isi Prasasti

Berisi tentang kutukan Sriwijaya kepada pemberontak, tukang guna-guna, dan semua orang yang tidak patuh pada penguasa.


Tempat Penyimpanan

Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.



6. PRASASTI TELAGA BATU (D.161)

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Telaga Batu (D. 161) ditemukan pada tahun 1937 (perkiraan dibuat pada abad ke-7 Masehi) di Sabokingking, Kelurahan 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dipahat pada batu pasir dengan bentuk persegi seperti trapesium dengan lebar 33 cm dan tinggi 41 cm.

Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan kondisi aksaranya sudah aus dan hampir tidak dapat dikenali. Terdiri dari 8 baris, namun hanya baris ke-3 dan ke-8 saja yang masih dapat dibaca.


Isi Prasasti

Berisi tentang hal yang kurang lebih hampir dengan isi prasasti Kedukan Bukit dan disertai tambahan keterangan sebuah wihāra di wanua.


Tempat Penyimpanan

Museum Nasional, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dengan nomor inventaris D. 161



7. PRASASTI BUKIT SIGUNTANG

Tempat dan Waktu Penemuan

Ditemukan dalam sebuah proyek bangunan pembuatan jalan yang dikerjakan di kaki Bukit Siguntang pada tahun 1928 (perkiraan dibuat pad abad ke-7 Masehi) yang sekarang secara administratif merupakan bagian dari Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan.


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Dipahat pada batu andesit dengan tinggi/panjang 56 cm dan lebar 17 cm. Kondisinya terpotong memanjang dari atas ke bawah sehingga mengakibatkan bagian belakang dari setiap kalimat hilang.


Aksara dan Bahasa

Ditulis dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno dengan baris sebanyak 21 baris. Serta dituliskan aksara tersebut pada bagian bidang yang tebal.


Isi Prasasti

Berisi tentang peperangan yang sangat dahsyat dan membuat kutukan kepada orang-orang yang berbuat kesalahan.


Tempat Penyimpanan

Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan dengan nomor inventaris 04.09.



8. PRASASTI KARANG BERAHI

Tempat dan Waktu Penemuan

Prasasti Karang Berahi ditemukan oleh seorang kontrolir Belanda yang bernama L. Berkhout pada tahun 1904 (perkiraan dibuat pada abad ke-7 Masehi) di hulu Sungai Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Merangin, Jambi.


Bentuk dan Kondisi Prasasti

Terbuat dari bahan batu andesit dengan bentuk stele dengan panjang 78 cm dan lebar 62 cm. Beberapa bagian yang ditulisi sudah mengalami keausan sehingga tidak mudah untuk dibaca.



Aksara dan Bahasa

Terdapat 16 baris tulisan yang dipahat dengan Aksara Pallawa Akhir dan menggunakan Bahasa Melayu Kuno.


Isi Prasasti

Berisi tentang ancaman dan kutukan Kedatuan Sriwijaya terhadap para pemberontak.


Tempat Penyimpanan

Desa Karang Berahi pada sebidang tanah beratap dan replikanya terdapat di Museum Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan.


9. PRASASTI PALAS PASEMAH

Palas Pasemah pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di Desa Palas Pasemah, Kalianda, Lampung Selatan. Inskripsi ini ditemukan tidak jauh dari Sungai Way Pisang, yang merupakan anak sungai dari Sungai Way Sekampung. Prasasti ini memiliki isi yang tidak jauh berbeda dengan Prasasti Karang Berahi. Palas Pasemah diketahui memiliki dialek yang berbeda dengan bahasa dari prasasti-prasasti lain. Dialek ini disebut sebagai dialek bahasa B (Boechari 2012a, 361–63). Berikut isi dari Prasasti Palas Pasemah:


“kepada seluruh dewata yang melindungi Sriwijaya. Kepada, pula, tandrun luah, dan seluruh dewata yang menjadi akar bahan pembentuk yang tidak sempurna ini. (Apabila) terdapat orang di dalam kawasan kerajaanku yang memberontak, membelot, berbicara dengan pemberontak, mendengarkan pemberontak, mengetahui pemberontak, tidak setia terhadapku dan kepada orang yang kulantik sebagai datu, akan dibunuh beserta keluarga dan klannya oleh gubernur yang ditunjuk oleh penguasa. Barangsiapa yang membuat seseorang menghilang, membuat orang sakit, membuat orang menjadi gila, membuat mantra sihir, meracuni seseorang dengan upas dan tuba, memelet (sihir cinta), maka ia telah berbuat buruk yang menimbulkan dosa. Dan apabila ia tunduk dan mengabdi kepada diriku dan datu yang kulantik, maka akan diberkatilah seluruh keluarga dan klannya. Dan kemakmuran, kekayaan, kebahagiaan, kesehatan, keselamatan dan keamanan akan melingkupi negara tersebut (Boechari 2012a, 366)”


Sumber:

  1. Muhamad Alnoza, dalam Artikel Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia; Ekologi Politik dalam Perluasan Wilayah Kadatuan Sriwijaya Berdasarkan Prasasti


10. PRASASTI BUNGKUK

Prasasti Bungkuk ditemukan pertama kali di daerah Karanganyar, Desa Bungkuk, Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 1985. Prasasti ini direkam pertama kali atas instruksi Uka Tjandrasasmita. Secara keseluruhan, prasasti ini memiliki kesamaan inti penulisan dengan Palas Pasemah, Karang Brahi dan Kota Kapur. Hanya saja, prasasti ini memiliki beberapa kerusakan di beberapa bagian, sehingga tidak lengkap terbaca (Boechari 2012a, 365). Berikut isi dari Prasasti Bungkuk:


“Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan yang melindungi Provinsi [kadatuan] Sriwijaya [ini]; juga kau Tandrun luah [?] dan semua dewata yang mengawali setiap mantra kutukan!


Bilamana di pedalaman semua daerah [bhumi] [yang berada di bawah provinsi (kadatuan) ini akan ada orang yang memberontak [ ... ] yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takhluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk; biar sebuah ekspedisi [untuk melawannya] seketika dikirim di bawah pimpinan Datu Srlwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. ……. (Boechari 2012b, 386).”


(Sumber: Muhamad Alnoza, dalam Artikel Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia; Ekologi Politik dalam Perluasan Wilayah Kadatuan Sriwijaya Berdasarkan Prasasti)



11.PRASASTI BOOMBARU

Prasasti ini ditemukan pertama kali di daerah pemakaman raja-raja Palembang di Kawah Tengkurep, Boom Baru, Palembang Timur. Tempat penemuan ini berdekatan dengan Pelabuhan Boom Baru di Sungai Musi. Prasasti Boom Baru ditemukan dalam kondisi pecah, sehingga sebagian tidak terbaca (Atmodjo and Soekarto 1994, 3). Berikut isi dari prasasti tersebut:


“Durhaka apabila dia tidak berbakti dan tunduk kepadaku dengan ….. dibunuh dia oleh sumpah dan supaya dia hancur oleh …. yang dengan sanak keluarganya… menyebabkan orang hilang ingatan, menyebabkan orang sakit, menyebabkan orang menjadi gila, meracuni orang dengan tuba, mengguna-guna orang supaya cinta, mengguna-guna supaya orang tunduk pada kemauannya dan demikian selanjutnya…. kembali lagi ke asalnya ke dosanya lagi, tetapi apabila ia tunduk dan berbakti kepadaku dan taat kepada aturan datu (Sriwijaya), ia akan mendapatkan kembali kesantausaan dan keselamatan, sehat wal afiat dan terbebas dari beban malapetaka. Makmur seluruh negara….. (Atmodjo and Soekarto 1994, 3–4).”


Sumber:

  1. Muhamad Alnoza, dalam Artikel Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia; Ekologi Politik dalam Perluasan Wilayah Kadatuan Sriwijaya Berdasarkan Prasasti

15 views0 comments
bottom of page